Thursday, August 18, 2016

B.J. Habiebie, “Nasionalismemu Inspirasi Bagi Negri”


B.J. Habiebie, “Nasionalismemu Inspirasi Bagi Negri”


B.J. Habiebie, siapa yang tidak kenal dengan nama beliau. Seorang warga Negara Indonesia yang pintar, pernah berkuliah di jerman, Mantan presiden RI ke III, dan tentu saja pembuat pesawat terbang. Mungkin hanya itu lah yang terbenak di hati orang-orang yang tidak begitu mengenal beliau, begitupun saya. Sejak kecil bila ada yang membicarakan beliau atau saat tampil di televisi, “saya hanya bergumam “oh,, yang buat pesawat terbang itu ya”. Karena ingin mengikuti lomba blog inilah baru saya mencari tahu mengenai beliau melalui beberapa media. Hanya satu hal yang tersirat dipikiran saya, ternyata ada ya seorang yang begitu cintanya kepada Indonesia. Sungguh pelajaran yang benar-benar tidak bisa kita dapatkan di sekolah-sekolah manapun. Begitu beruntungnya Indonesia memiliki warga Negara yang seperti itu. Namun sangat disayangkan, Indonesia ternyata tidak bisa memanfaatkan dedikasi beliau dengan benar-benar, sehingga beliau malah bekerja diluar negeri dan memajukan industri penerbangan di Negara Jerman, bukannya di Indonesia.

Sebelum kita membahas hal-hal nasionalis apa saja yang sudah dilakukan oleh beliau, tidak ada salahnya bila kita kenali dulu beberapa hal kecil mengenai beliau. Bapak B.J Habiebie memiliki kepanjangan nama Bacharuddin Jusuf Habiebie. Beliau lahir pada 25 Juni 1936 di Pare pare, Sulawesi Selatan. Beliau merupakan anak keempat dari delapan bersaudara. Kemudian pada 12 Mei 1962 beliau menikah dengan Hasri Ainun Besari dan dikaruniai dua orang anak yaitu Ilham Akbar Habibie dan Thareq Kemal Habibie.


Semasa mudanya kepintaran beliau memang sudah terlihat, rasa ingin tahunya yang besar membuatnya haus akan ilmu. Berbeda dengan anak-anak kebanyakan diusianya, beliau lebih dekat dengan buku-buku. Kegigihan dan perjuangan beliau dalam menempuh pendidikannya pun patut kita tiru. Gelar yang kini disandangnya penuh dengan perjuangan hidup dan keringat.

Beliau meneruskan SMA di Bandung, karena pada saat itu satu-satunya sekolah yang berada di daerah kampung halaman beliau ditutup. Ibu dan saudaranya pun ikut pindah ke bandung. Pada saat itu hanya beliaulah yang meneruskan pendidikan ke jenjang SMA dikarenakan faktor biaya. Ibu beliau yaitu RA Tuti Marini Puspowardjojo membanting tulang bekerja demi memenuhi biaya sekolah beliau, dikarenakan sang ayah telah tiada saat B.J Habiebie masih berusia sekitar 14 tahun.

Setelah lulus SMA, beliau melanjutkan kuliah di Universitas Indonesia Bandung (Saat ini bernama ITB) Sebenarnya beliau sangat ingin kuliah Fisika namun karena pada asat itu hanya ada teknik elektro, maka itulah yang beliau pilih. Kemudian setelah 6 bulan kuliah, beliau mendengar kabar mengenai kuliah fisika di jerman. Di sana mereka akan belajar mengenai pesawat terbang, karena pada saat itu untuk membuat pesawat terbang dibutuhkan banyak ahli-ahli fisika. Ikutlah beliau test agar dapat kuliah di Rhein Westfalen Aachen Technische Hochschule (RWTH), Jerman. Namun walaupun lolos dan mendapatkan nilai yang sangat bagus, beliau tidak mendapatkan beasiswa full. Hal inilah yang memberatkan beliau antara meneruskan atau tidak. Kemudian sang ibulah yang saat itu meyakinkan beliau agar terus berjuang untuk mengejar cita-cita dan menjadi orang hebat. Akhirnya berangkatlah beliau.

Disinilah perjuangan beliau yang sesungguhnya dimulai. Diceritakan di salah satu wawancara beliau, demi menghemat biaya beliau menyewa tempat tinggal yang berada di pinggiran kota. Tidak ada kamar mandi disana, hanya tempat untuk buang air saja. Karena itu beliau hanya mandi seminggu sekali saja. Ditambah lagi jarak yang cukup jauh ke tempat kuliah ditempuhnya hanya dengan berjalan kaki. Terbayang betapa lelahnya beliau, berbeda jauh sekali dengan anak-anak jaman sekarang. Sudah ada sekolah yang dekat, malah ingin yang jauh. Biar tambah pengalaman katanya. Sudah ada angkutan umum dan bis sekolah, malah ingin kendaraan roda dua. Biar lebih cepat katanya. Ingin roda dua kan? Belikan saja sepeda!! :P

Perjuangan Bapak kita yang satu ini masih terus berlanjut. Ketika istirahat makan siang, mahasiswa yang lain pergi keluar membeli makanan. Namun beliau malah pergi ke perpustakaan demi menghemat biaya. “Di perpustakaan enak, hangat, ada air minum disana, kadang malah suka diberi apel oleh penjaga disana”, kata beliau disalah satu wawancara televisi swasta. Akan tetapi diperpustakan beliau tidak semata-mata berhemat, beliau memanfaatnya dengan belajar dan membaca buku. Bahkan sering sekali dana yang dikirim oleh ibundanya telat sampai. Setiap kali beliau menanyakan ke bank perihal kiriman uang, selalu saja belum sampai. Sampai-sampai petugas disana pun hafal setiap kali beliau datang, tanpa harus ditanyakan petugas itu pun langsung menjawab belum sampai dik.

Faktor biaya pulalah yang menyemangati beliau agar dapat mengambil SKS setinggi-setingginya dan lulus secepat-cepatnya demi mengurani biaya kuliah yang ditanggung oleh ibunya. Namun karena kondisi beliau yang terlalu memaksakan diri, kurang tidur, kurang makan, kurang istirahat membuat beliau sempat terserang penyakit yang hampir merenggut nyawanya, yaitu tuberculosis atau sering kita kenal dengan sebutan TBC. 


Beliau mendapatkan gelar Diploma Ing, dari Technische Hochschule, Jerman tahun 1960 dengan predikat Cumlaude (Sempurna). Kemudian melanjutkan studinya untuk gelar Doktor di Technische Hochschule Die Facultaet Fuer Maschinenwesen Aachean. Beliau menikah pada tahun 1962 dengan Hasri Ainun Habibie yang kemudian bersama-sama tinggal di Jerman, Pada tahun 1965 Habibie mendapat gelar Dr. Ingenieur dengan predikat summa cumlaude (Sangat sempurna) dengan nilai rata-rata 10 di Technische Hochschule Die Facultaet Fuer Maschinenwesen Aachean.

Beliau berhasil menemukan rumusan yang dinamai "Faktor Habibie" dengan faktor ini kita bisa menghitung keretakan atau krack propagation on random hingga ke atom-atom pesawat terbang. Faktor habiebie ini dijadikan standard dan digunakan oleh dunia penerbangan internasional hingga saat ini.

Kejeniusan dan prestasi inilah yang mengantarkan Habibie diakui lembaga internasional di antaranya, Gesselschaft fuer Luft und Raumfahrt (Lembaga Penerbangan dan Angkasa Luar) Jerman, The Royal Aeronautical Society London (Inggris), The Royal Swedish Academy of Engineering Sciences (Swedia), The Academie Nationale de l'Air et de l'Espace (Prancis) dan The US Academy of Engineering (Amerika Serikat).
Sementara itu penghargaan bergengsi yang pernah diraih Habibie di antaranya, Edward Warner Award dan Award von Karman yang hampir setara dengan Hadiah Nobel. Di dalam negeri, Habibie mendapat penghargaan tertinggi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Ganesha Praja Manggala Bhakti Kencana.

Setelah lulus S3nya beliau sempat berkirim surat ke otoritas komando industri penerbangan Indonesia, disitu dinyatakan beliau ingin pulang ke Indonesia dan ingin membaktikan dirinya kepada Negara, namun jawabannya tanah air belum siap membangun industry penerbangan, nanti kalau sudah siap akan dihubungi kembali. Walaupun sudah dikecewakan dengan jawaban yang tidak diharapkan, semangat beliau untuk membaktikan diri demi bangsa Indonesia tidak akan padam.

Pada tahun 1973, beliau kembali ke Indonesia atas permintaan Soeharto, yang saat itu masih menjabat sebagai presiden Indonesia. Beliau diminta untuk mendedikasikan ilmu dan pengalaman yang beliau miliki demi bangsa Indonesia. Saat itu B.J Habiebie tidak langsung mengiyakan permintaan presiden. Beliau memberikan 2 buah pertanyaan kepada presiden perihal bung karno dan Timor-timor. Setelah memberikan Soeharto memberikan jawaban, barulah beliau bersedia. Dengan nada merendah beliau berkata, “ Saya tidak bisa apa-apa pak presiden, saya hanya bisa buat pesawat terbang”. Begitu rendah hatinya beliau sehingga bisa membuat pesawat terbang saja dibilang tidak bisa apa-apa. Jika begitu bagaimana dengan saya??. Jadi malu sendiri saya.

Kemudian Presiden Soeharto menjawab “ Terserah kamu mau bikin apa, mau bikin pesawat terbang, buat kereta api, bus, apa saja boleh asal jangan bikin ribut. Kasian rakyat Indonesia. Beliau kemudian menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi. Padahal saat itu beliau sedang menjabat sebagai wakil presiden di perusahaan Messerschmitt-Bölkow-Blohm, yakni perusahaan pesawat terbang ternama yang berpusat di Hamburg, Jerman. Namun beliau lebih memilih melepas jabatan bergengsinya di Jerman dan memilih untuk mengabdikan diri di Negara Indonesia tercinta.
Setelah beliau sukses mengembangkan pesawat CN-235, bersama timnya beliau melanjutkan pengembangan pesawat jenis N250 dan pesawat jet penumpang N2130.

Pengembangan dilakukan agar pesawat buatan putra putri Indonesia dapat mengudara dan mengusai industri penerbangan dunia. Dengan dana dan dukungan pemerintah, pengembangan pesawat tersebut tinggal menuju sertifikasi internasional untuk bisa mengusai pasar pesawat dunia.


Namun rencana dan kenyataan kadang tidak sejalan, Pada tahun 1997-1998 terjadi bencana krisis ekonomi menerpa Indonesia. IMF menghentikan suntikan dana yang dipergunakan untuk pembangunan industri pesawat terbang di Indonesia. Akhirnya, Presiden Soeharto pun menghentikan pembiayaan ke IPTN atas desakan IMF.

Beliau menyayangkan kenapa harus IPTN harus dibubarkan. “Memangnya pesawat saya kenapa? Saya sudah buktikan kok, dia bisa terbang. Kenapa harus diberhentikan?” Begitulah kira-kira yang dikatakannya ketika IPTN harus dibubarkan. Sedih tak tertahan di hati beliau, baginya cita-cita agar Indonesia dapat Berjaya dan menguasai dunia penerbangan merupakan hal yang paling ingin beliau wujudkan. Namun ternyata ketika hampir mendekati, ternyata impiannya harus berakhir. Kerja kerasnya bertahun-tahun seakan-akan mimpi.

Terlentang!!
Djatuh! Perih! Kesal!
Ibu Pertiwi
Engkau Pegangan
Dalam Perdjalanan
Djanji Pusaka dan Sakti
Tanah Tumpah Darahku
Makmur dan Sutji
..........
..........
..........
Hantjur Badan
Tetap Berdjalan
Djiwa besar dan Sutji
Membawa aku… Padamu!!



Pada 14 Maret 1998 - 21 Mei 1998, beliau menjabat sebagai wakil presiden dan pada 21 Mei 1998 - 20 Oktober 1999 setelah presiden Soeharto lengser akibat reformasi, beliaulah yang menggantikannya sebagai presiden Indonesia. Kondisi keadaan negara saat itu kacau balau pasca pengunduran diri Soeharto pada masa orde baru, sehingga menimbulkan maraknya kerusuhan hampir di seluruh wilayah Indonesia.

Segera setelah memperoleh kekuasaan Presiden, banyak hal yang beliau lakukan, pada saat itu beliau hanya berfikir mengubah hal yang saat itu kacau dan tidak menentu menjadi menentu. Tidakada hal yang neko-neko. Itulah yang menjadi standard beliau dalam menentukan keputusan dan kebijakan. Di bidang ekonomi dimana saat itu terjadi inflasi, beliau berhasil menahan kenaikan dolar yang saat itu semakin meroket.

Kasus Timor timur pada masa pemerintahan beliau menjadi kasus yang berat bagi beliau. Pada saat itu Presiden Australia mengirimkan surat kepada beliau yang saat itu menjabat sebagai presiden Indonesia. Surat itu berisi agar Indonesia menentukan sikap kepada Timor timor. Dengan berat hati dan dipikirkan matang-matang, akhirnya beliau memberikan dua opsi yaitu 1. Timor-timor menjadi bagian dari NKRI atau 2. Timor-timor menjadi kawan dan saudara NKRI. Kemudian option kedua lah yang dipilih mereka. Maka pada tanggal 30 Agustus 1999 Timor Timur resmi terlepas dari NKRI

Setelah beliau tidak menjabat sebagai presiden lagi, tinggal di Jerman ternyata menjadi pilihan utamanya dibandingkan tinggal di Indoneisa. Namun setelah sepeninggalan istri tercinta, beliau kembali lagi ke Indonesia. 

Banyak hal dari beliau yang dapat kita pelajari, terutama mengenai kegigihan beliau menuntut ilmu demi menjadi orang yang dapat dibanggakan oleh orang tuanya, keluarga, dan juga Negaranya. Semangat yang sangat gigih membuat saya merinding, sempat terbesit penyesalan mengenai masa muda yang terlewatkan begitu saja, seakan-akan saya masih kurang berjuang demi cita-cita. Kegigihan beliau patut ditiru oleh pemuda dan pemudi bangsa. Terlebih lagi di zaman teknologi yang sudah tak terbendung dan tak terseleksi saat ini. Para pemuda lebih fokus pada dunianya sendiri dan kadang mengacuhkan dunia disekitarnya. Walaupun saya sudah tidak muda lagi, tapi pengalaman beliau begitu menginspirasi saya sebagai ibu rumah tangga biasa, yang memiliki harapan anak-anak saya kelak dapat menghargai jerih payah orang tua dalam berjuang demi mereka, mencintai agamanya, dan dapat menghargai serta mencintai negara tempat dimana mereka dilahirkan. 

Walaupun masih banyak kebutuhan masyarakat indonesia yang belum bisa dipenuhi oleh negara, tetapi kita juga tidak bisa memandang sebelah mata bahwa negara pun sudah berjuang untuk bisa mensejahterakan rakyatnya. Terlepas dari oknum-oknum yang tidak amanah, masih banyak pula yang turut berjuang demi bangsa Indonesia, termasuk Beliau didalamnya.

Memperingati Inspirasi Perjananan Habiebie 80th,, Hadirilah :

“Pameran Foto Habiebie dan Gebyar Aneka Lomba yang Diselenggarakan Berbagai Komunikas yang Tergabung Dalam Friends Of Mandiri Museum. Pameran ini dibuka untuk umum mulai 24 Juli 2016 hingga 21 Agustus 2016 di Museum Bank Mandiri, Kota Tua – Jakarta Barat"

1 comment: